Selasa, 16 Februari 2010

JANGAN PANGGIL AKU CINA


Ini adalah sebuah kisah nyata…. Dimana aku lahir dan dibesarkan di sebuah kota kecil di Jawa Timur, Jember. Disana aku menghabiskan masa kecil dan remajaku, TK – SMA aku habiskan di kota ini. Tapi tentu saja aku tidak menceritakan tentang kota ini, aku menceritakan tentang pengalaman hidupku. Ya… seperti judul di atas JANGAN PANGGIL AKU CINA ( kalo dalam spelling jawa biasanya JANGAN PANGGIL AKU CINO… ), itulah yang aku rasakan. Mungkin untuk orang-orang yang baru kenal aku dan melihat bentuk fisikku, (sebagian besar) akan berpikiran aku ini orang keturunan Tionghoa. Dengan anatomi terutama mata yang irit alias sipit, dan kulit yang berwarna lebih terang dari orang-orang jawa/madura khususnya yang notabene aku hidup di lingkungan sekitar orang-orang tersebut. Bahkan ketika aku keluar dan bergaul di lingkungan yang lebih heterogen dimana berkumpul pada komunitas suku dan agama yang beragam masih saja aku dianggap sebagai keturunan orang tionghoa atau orang cina. Bahkan yang lebih menarik adalah orang-orang akan terheran-heran ketika aku bilang aku solat, ato ke mesjid untuk menunaikan solat. Ya… karena memang aku dilahirkan sebagai seorang muslim.

Hehehe…. Dahulu memang aku akan sangat marah dan tidak terima ketika orang-orang di sekitarku bilang aku cina. Tapi aku tidak pernah bilang pada orang-orang itu, karena semakin lama aku mulai semakin biasa menghadapinya dan bahkan sekarang sudah kuanggap itu hanya gurauan semata. Teringat dulu ketika masa-masa SD ku terutama orang-orang dari kampung sekitar tempat tinggalku (biasanya anak-anak kampung) selalu saja berbisik-bisik di belakangku bahkan sampai ada yang mengolok-olokku terang-terangan ( biasanya ketika aku lewat di depan mereka, atau sekedar berpapasan ) mereka langsung saja nyeletuk “hoooo CINO…!!!” atau kadang malah mendiskriminasi fisikku sekalian “hooooo CINO lemu…!!!”. Klo sudah begitu aku pasti berhenti dan menatap mereka dengan tajam ( tapi g berani dan g berniat kisruh she hehehe ), klo sudah begitu biasanya anak-anak itu pasti pada ngacir ato paling banter sekedar menatap balik sambil ngacir…. Ya hal-hal seperti itu sudah biasa aku lalui dahulu kala, bahkan ketika berada di lingkungan sekolahku pun masi banyak yang berlaku seperti itu ( bahkan tidak jarang guru-guruku ). Perilaku seperti itu tidak hanya aku terima dari orang-orang sekitarku lho…. bahkan aku punya panggilan “sayang” dari seorang tante ( kakak dari ayahku ) dia memberiku nama cina yang bahkan sampe sekarang saking terbiasanya aku suka nama itu. A Shiong itu nama yang dipanggilkan kepadaku ( aku sih ndak pernah tau atau cari tau apa artinya ), tapi yang aku tau ketika aku bertandang ke rumah tanteku itu ( di Jakarta ) ya pastilah aku dipanggil seperti itu hehehe.

Kadang aku suka bertanya pada diriku sendiri, lho aku ini lho lahir dari seorang ibu yang notabene dari Garut Jabar ( alias orang Sunda ), ayahku notabene orang Banjarmasin Kalsel ( orang dayak pastinya ). Namaku juga jelas-jelas HARRIS FADILLAH ga ada cina-cinanya bahkan nama ayah ibuku gak ada sama sekali nama cinanya. Apalagi aku jelas-jelas notabene dilahirkan dari keluarga muslim, aku ini sama sekali bukan CINA….!!! Tapi seringkali hal itu cuman aku pendam saja, bahkan ketika aku besar sekarang…. Dulu aku beranggapan ya aku dikasi anugerah gen yang seperti ini, bahkan aku membenarkan diri g ada yang salah dengan genku, aku gak punya gen orang tionghoa. Buktinya saudara-saudara ku yan berasal dari keluarga ayahku banyak yang kulitnya putih dan bermata sipit, jadi ya memang gennya lagi bagus mungkin hehehe ( itu self defence ku ). Tapi sampai sekarang pun waktu aku sudah besar tetap saja stereotype CINA itu masi melekat padaku, bahkan sekarang klo di jalan, atau di tempat perbelanjaan aku masih saja dipanggil “koko” atau “sinyo”. Apalagi klo sudah di mall ato supermarket banyak orang-orang sales kartu kredit yang nawarin aku kartu kredit, entah apa karena orang-orang tionghoa itu prospek yang cerah buat kartu kredit ya??? Tapi sejauh pengamatanku ya begitu…. Jarang sekali ada sales kartu kredit di mall-mall yang nawarin orang-orang jawa, kalopun ada pasti diliat dulu penampilannya. Tapi kalo ketemu orang tionghoa pasti lah dia gencar menawarkan walaupun orang itu cuman pake celana pendek dan kaos, ya begitulah sejauh pengamatanku.

Yaaa dan begitulah sekelumit kisahku dan banyak kisah-kisah kecil lain yang mungkin akan banyak makan waktu dan kata-kata kalo aku paparkan disini. Tapi pada puncaknya cerita ini aku mendapatkan fakta yang mencengangkan dan menggoncangkan hidupku. Ya memang aku punya darah orang CINA / tionghoa, haaaahhhh??? Aku cuman bisa melongo saja…. Hal ini baru aku ketahui beberapa tahun belakangan, ketika itu aku iseng-iseng bertanya sama mamaku ( juga untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa aku memang tidak ada CINA-CINA nya ). “Ma, kata orang-orang aku ini CINA bahkan sampai sekarang, emangnya aku punya darah tionghoa kah?”. Jawaban yang mencengangkan aku dapatkan, mama berkata “iya memang, nenek buyutmu itu orang tionghoa. Dulu kawin sama kakek buyutmu orang sunda”. Seperti mendapatkan PETIR di siang bolong…..!!! terkaget-kaget ternyata denial yang selama ini aku bangun harus runtuh seperti ini karena memang aku punya darah orang tionghoa. Disitu mama juga cerita bagaimana dulu kenangan sama neneknya tersebut ( tapi ini tidak masuk konteks cerita ini hehehe ). Aku sih cuman bisa berkata dalam hati “WHAT THE HELL….!!!”, sia-sia donk aku punya mindset diriku bukan orang cina huuufffttt…….!!!

Dan akhirnya sekarang terjawab sudah pertanyaan dan keraguanku selama ini, ternyata ya aku memang ada gen tionghoanya….. bahkan sekarang aku sudah mulai menerima bahwa ya sudah inilah kenyataannya, sampai-sampai aku antusias bertanya sama mama, “terus aku punya marga berarti kan ma? Bisa ditelusuri ndak?”. Mama cuman menjawab “wah, itu susah… kamu kayaknya udah g ada garis marganya soalnya asalnya dari pihak perempuan”. Yaaaahhh agak kecewa juga sih, memang garis itu terputus sampai nenek buyutku saja dan entah kenapa aku kok antusias dengan atribut marga itu hehehehe. Yaaahhh akhirnya pun sekarang kalau ada orang yang bertanya kepadaku atau manggil aku dengan sebutan “koko” ya aku sih cuman bias senang saja, senyum2…. Bahkan aku pun sering bercanda sama orang-orang yang notabene masi punya garis keturunan kuat tionghoa, ya bcandanya panggilan cece ato koko. Sempat terpikir sih untuk belajar bahasa mandarin dan cari pacar orang tionghoa juga (maksudnya biar totalitas dan melestarikan gen cina ku), tapi sepertinya agak sulit hehehehe….. Sekarang klo ada orang yang bertanya kepadaku terang-terangan kmu itu orang cina bukan? Ya aku jawab saja, iya tapi keturunan jauh hehehehe….. bahkan klo ada yang bertanya nama cina mu apa, ya aku jawab aja A SHIONG, ato panggil aja KOKO SHIONG hahahahaha. Ya begitulah sedikit dari ceritaku, semoga kalo ada temen-temen yang masi bertanya dan ragu bisa menjawab pertanyaannya tersebut, cerita ini terinspirasi pada waktu aku nonton just Alvin (metroTV), talkshownya Rossy (metroTV) dan liat liputannya Farhan (tvONE) [ ceritanya sebagian besar tentang imlek ].

Sekedar intermezzo aja sih, sebenarnya klo bicara tentang diskriminasi orang-orang etnis minoritas aku sendiri punya kekaguman dibalik semua itu. Lepas dari bicara ras dan agama, banyak dari orang-orang etnis tionghoa tersebut ternyata punya rasa bangga yang besar terhadap bangsa INDONESIA ini. Walaupun banyak perlakuan yang tidak menyenangkan tapi mereka tetap menghadapinya, semangat juang yang harusnya dicontoh oleh orang-orang yang notabene nenek moyangnya orang INDONESIA asli. Apalagi klo soal bicara kebudayaan, aku merasa sangat MALU dengan orang-orang tionghoa. Coba saja liat bagaimana mereka dengan sangat bangga dan memegang teguh tradisi dari nenek moyang mereka, walaupun tradisi yang sudah berumur ribuan tahun tapi tetap lestari sampai sekarang. Mereka sangat bangga dengan IMLEKnya, barongsai, ritual sembahyang (walaupun kadang bukan agama dan kepercayaan mereka) dan masih banyak lagi yang patut kita contoh mengenai kebanggan mereka terhadap darah dan nenek moyang mereka. Coba saja lihat notabene orang INDONESIA asli, yang punya banyak kebudayaan dan sangat beragam serta indah sudah mulai melupakan tradisi dan kebudayaan mereka sendiri, termakan oleh budaya modern. Bahkan sampai kejadian MEMALUKAN, kebudayaan kita di klaim oleh bangsa lain seperti yang terjadi belakangan ini, seharusnya sebagai bangsa INDONESIA kita harus mulai belajar. Jangan cuman memandang etnis-etnis minoritas dari segi negatifnya saja, tapi mulailah belajar bahwa seperti apapun keadaan mereka, KECINTAAN mereka terhadap Bangsa, Negara dan kebanggan mereka atas warisan nenek moyang mereka yang perlu kita teladani. Semoga ke depan pemuda-pemudi INDONESIA lebih menyadari arti pentingnya KECINTAAN terhadap tanah airnya….

……SEKIAN……


Tidak ada komentar:

Posting Komentar